Antara Kebutuhan dan Nasionalisme dalam Perpanjangan Kontrak JICT oleh RJ Lino dan Bu Rini

Postingan ini diambil dari salah satu blog kompasiana dan opini dari seorang Mahasiswa tentang pendapatnya terhadap kasus yang menimpa RJ Lino dan Rini Soemarno.

Capture

 

Halo para warga kompasiana, perkenalkan saya member baru disini dan ini adalah tulisan pertama saya yang ingin ikut berkomentar dan juga ingin sharing tentang apa yang saya pahami dalam kasus Pelindo II, RJ Lino, Bu Rini, #papamamajualpelabuhan, dan kontrak dengan JICT. Pada Intinya disini saya melihat bahwa perpanjangan kontrak dengan JICT (Huchington) merupakan suatu yang baik-baik saja secara teknis dan keilmuan pelabuhan yang saya pelajari dikampus (sebut saja mata kuliah manajamen dan perencanaa pelabuhan).

Disini saya akan mengesampingkan apakah perpanjangan kontrak dengan JICT itu bersifat melawan UU atau sisi legal lainya yang katanya ahli ekonomi juga diduga kuat merugikan negara, karena saya bukan anak hukum jadi bukan urusan saya hehehe

Baiklah pertama siapa perusahaan besar dibalik JICT (Jakarta Internasional Container Terminal) itu, semua sepakat dan sudah pasti tahu dia adalah HPH atau Huntchison Port Holding (HPH atau PHP? Hehehe). Siapakah Huntchison itu? Ia adalah perusahan yang bergerak dibidang penyedia jasa operator pelabuhan yang perpusat di Hongkong. Perusahaan ini sudah menggurita didunia jaringanya sudah terstruktur dan massive, ada 52 pelabuhan di 26 negara yang berhasil ia kuasai (lihat peta persebaranya).

HPH masuk ke Indonesia sejak krisis moneter dan segala kehancuran BUMN yang ditimbulkan IMF hingga sekarang.  Bisa kita lihat bahwa HPH telah menguasai sebagian besar pelabuhan di daerah istilah saya Jalan Raya-nya pelayaran dunia bisa dibilang highway lah ya. Mulai dari Amsterdam, Barcelona, UEA, Korea sampe ke Argentina sana dia kuasai, bayangkan betapa mengguritanya perusahaan kelas 1 dunia ini.

Sebagai tambahan informasi perusahaan operator kelas 1 dunia yang lain adalah CSX (Amerika) dan Port Of Singapore yang sama-sama memiliki jaringan menggurita dalam bisnis operator pelabuhan. Singkat cerita operator pelabuhan ini mempunyai NETWORK yang luas dan kuat. Dari bagian pertama ini yang akan kita ingat-ingat adalah NETWORK.

Kedua saya ingin berkomentar tentang sidang pansus pelindo II yang menurut saya ini adalah sidang menghakimi dan menghabisi Pak RJ Lino beserta Ibu Rini. Dalam sidang yang saya lihat sekilas karena males juga kalo lihat sampe habis soalnya membosankan, saya melihat Pak Masinton dari PDIP meneriaki Pak RJ Lino masalah hukum dan undang-undang seakan-akan yang paling dewa mengenai UU dan yang paling taat patuh dsb, omong kosong kata saya hehehe. Perkara UU itu penting memang tapi entah kenapa saya merasa malas kalo udah ngomongin UU, yang buat aja belum tentu bener kan ya. Kemudian Ibu Rieke diah pitaloka yang menghajar Ibu Rini yang salah ngomong Indonesia adalah bangsa kelas 3, dengan itu Ibu Rini di cap sebagai mentri yang paling tidak nasionalis, ah kasihan sekali mereka.

Beberapa orang bijak bilang bahwa kita harus mengakui kekurangan kita terlebih dahulu untuk dapat bergerak maju. Dalam suatu momen disidang Pansus Pelindo itu Ibu Rini keceplosan mengatakan bangsa kita adalah bangsa kelas 3 dunia yang diterjemahkan olah Ibu Rieke sebagai bangsa terbelakang miskin dan yang jelek sebgainya. Kalo dari pandangan saya negara kita memang bangsa kelas ke 3 dunia harus diakui itu harus!, bagi saya negara kelas 3 adalah negara-negara yang perusahaan dalam negerinya telat membangun jaringan internasional. Saat ditanya Ibu Rieke “jadi bangsa kita belum bisa mengelola pelabuhan sendiri ?”, lagi-lagi Ibu Rini keceplosan untuk bilang “ya, memang tidak bisa” karena saking emosinya mungkin geregetan.

Kalo dari pandangan saya bukan tidak bisa mengelola pelabuhan Bu, bangsa kita bisa mengelola pelabuhan sendiri sebut saja Samudra Indonesia yang juga melebarkan sayap ke bisnis operator pelabuhan, hanya saja perusahan operator dalam negri kita termasuk BUMN kita Pelindo tidak memiliki jaringan pelabuhan internasional. Pada bagian yang ini yang kita ingat-ingat adalah Kita bisa tapi belum punya NETWORK internasional.

Mengapa Hanya Tanjung Priok yang Konsensinya diberikan ke pihak aseng ??!!

Ketiga saya mencoba berfikir menjadi Pak RJ Lino sebgai Dirut Pelindo II Tanjung Priok. Sebagai RJ Lino kenapa saya harus memperpanjang kontrak dengan JICT?. Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar di Indonesia atau paling tidak sengaja dibuat yang paling besar, pelabuhan pintu keluar masuk barang dari dan ke Indonesia. Segala kegiatan import dari cina atau export mebel ke eropa hingga export buah-buahan ke timur tengan melalui pelabuhan ini.

Tentunya kegiatan export import kita menjadikan pelabuhan tanjung priok harus berhubungan dengan pelabuhan lain didunia sebagai tujuan export import kita. Kita semua sepakat bahwa Import terbesar kita dari Tiongkok, Tujuan Export buah-buahan kita adalah UEA, pada beberapa waktu lalu Pak Jokowi ketemu pengusaha supermarket di UEA yang memasarkan buah-buahan dari Indonesia yang minta supaya volume import buah dari Indonesia supaya ditambah.

Dalam 2 kasus export import tadi maka pelabuhan tanjung priok akan sering bersentuhan dan berhubungan dengan pelabuhan di UEA dan di Cina, bisa dibilang LDR-an kan ya mereka ini. Kemudian saya sebagai RJ Lino melihat bahwa operator pelabuhan di kedua negara itu adalah HPH, lalu bagaimana jadinya jika saya (Pelindo) yang jadi operator pelabuhan tanjung priok ya? –stop dari sini-

Saya akan mencoba membawa anda dalam skenario yang lain. Semua orang pacaran yang sedang LDR tentu sepakat bahwa operator telfon mereka harus sama, sama-sama telkomsel atau sama-sama axis kenapa? , anda semua pasti sudah lebih tau kenapa harus sama. Iya murah dan bisa dapet bonus berjam-jam enak lah pokoknya, tapi celakalah bagi pasangan LDR yang beda operator karena operator yang sama tidak mendapat sinya di tempatya. Kalo mau chating, bisa satunya pake line satunya pake whatsapp? Susah kan ya hehe.

-mulai lagi- dari sini sebagai dirut pelindo saya berfikir bisnis atau usaha export import bangsa Indonesia dari dan ke Cina atau UEA atau Eropa akan lebih mudah jika tanjung priok dipegang juga oleh operator yang sama di negara asal dan tujuan yaitu HPH. Kalo priok saya pegang sendiri kasihan nanti mereka bisa susah bisnisnya. Dengan samanya operator akan lebih mudah dalam cargo handling dan ini akan menyebabkan biaya export import jadi bisa lebih murah sama seperti analogi keuntungan sama-sama operator telpon tadi.

Dari pertimbangan itulah sebagai dirut pelindo yang memikirkan nasib tukang export import saya akan memperpanjang kontrak dengan JICT. Lalu mengapa tanjung perak, makkasar, dan pelabuhan lain di Indonesia dikelola pelindo sendiri dan tidak ada masalah, karena volume export import tanjung Priok luar biasa menggila dibanding pelabuhan yang lain di Indonesia.

Keempat, Untung Rugi. Dalam sebuah berita di Jawa Pos Online, Pak Fahmi sebagai peneliti pusat studi ekonomi kerakyatan UGM memaparkan bahwa nilai kontrak JICT menurun dari dulu banget yang awalnya USD 231 juta sekarang kok cuman USD 215 dan beliau juga memaparkan bahwa jika kontrak HPH tidak diperpanjang atau Priok dikelola sendiri oleh Pelindo II maka akan lebih untung sampai Rp 19 Triliun dari tahun ini sampai tahun 2039. Kalo dikelola HPH, Pelindo II untung Rp 20.85 triliun sedangkan kalo dikelola sendiri pelindo untung bisa sampai Rp 39.49 triliun.

Yuk mari kita diskusi mengenai hal ini, secara kasat mata dan sekilas kita bisa mengambil kesimpulan loh kok sudah tau rugi begini pak RJ Lino kok ngotot bangets sih masih mau sama JICT?. Saya tidak tau dari mana Pak Fahmi mendapatkan angka-angka itu tapi saya percaya sama beliau karena beliau lebih tahu hitung-hitungan bisnisnya. Dibagian keempat ini saya coba merasionalkan kenapa dengan kerugian atau potensi kerugian itu dirut pelindo II masih ingin bersama JICT. Dari nilai kontrak yang menurun dari USD 231 juta menjadi USD 215 kok masih mau sih PAK!!!!?

Kalo saya jadi Pak RJ Lino saya akan menjawab kurang lebih begini, Dik adam nilai USD 231 juta itu dulu waktu mereka yang butuh kita pengen mengelola via tender bebas dan mereka itu pintar melebarkan sayap kemana-mana menancapkan kaki dimana-mana gak cuman di Jakarta saja, lalu sekarang saat kita butuh dan kecanduan jasa NETWORK mereka nilai USD 215 juta itu sudah untung banyak, selisih USD 16 juta itu anggap aja kita beli jaringan ke HPH, ya kita beli jaringan dik, ya hampir sama kayak kita beli jaringan internet bayar tiap bulan.

Nah, perkara untung rugi pertahun dik, bisa saja memang pelindo II bisa untung sampe Rp 39.49 triliun sendiri tapi apalah artinya nilai itu kalo pengusaha export import kena biaya tambahan akibat hal-hal nonteknis seperti cargo handling dll akibat beda operator dan pada akhirnya konsumen juga kecipratan biaya tambahan itu. Apalah kita ini BUMN yang harus melayani rakyat dan dituntut untung sebesar-besarnya oleh DPR dan pengamat, kalo gak untung sedikit berarti berpotensi merugikan negara dan harus diusut KPK, apalah kami ini dik. Hmm gitu ya Pak #mikirkeras.

Jadi kesimpulan yang bisa saya berikan adalah pertimbangan utama dalam memilih HPH adalah karena dia memiliki network pelabuhan yang sangat luas di dunia. Apa jadinya priok sebagai pintu export import Indonesia tidak masuk dalam jaringan internasional? Itu sama saja seperti kita saat tidak dapat sinyal tidak dapat masuk kejaringan operator telpon ataupun internet ya seperti mati gaya mati kutu dan mati bosan hehehe. Coba kita fikir lagi kenapa negara yang punya pelabuhan sebesar port of Amsterdam belanda dan pelabuhan paling canggi se Asia yaitu Bussan Internasional Port di korea operatornya adalah HPH, apakah karena belanda dan korea tidak mampu mengelola pelabuhan sendiri?

Tentu tidak, mereka sangat berkompeten hanya saja mereka paham bahwa jaringan atau network adalah yang menghidupkan pelabuhan itu karena sejatinya pelabuhan adalah simpul penghubung dan tidak bisa berdiri sendiri apa jadinya penghubung tanpa ada yang dihubungkan? Ya mati. Dengan fakta itu Ibu Rieke masih bertanya apakah negara kita tidak mampu mengelola pelabuhan sendiri?

Coba Bu Rieke Tanya saja sama negara maju maju banget seperti belanda dan korea, mungkin anda akan menemukan jawabanya kenapa mereka kasih operator pelabuhan ke HPH. Siapapun yang mengelola pelabuhan priok haruslah dia yang memiliki jaringan pelabuhan Internasional. Pilihanya dikelola hongkong (HPH), amerika (CSX), atau singapura (PSA), anda yang paling nasionalis pilih yang mana?

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/adam12/antara-kebutuhan-dan-nasionalisme-dalam-perpanjangan-kontrak-jict-oleh-rj-lino-dan-bu-rini_567f6e8b3f23bd0307082173

Leave a comment